Alhamdulillah hari ini bensin turun, buat saya pribadi yang sering pulang pergi menggunakan motor tentunya sangat membantu penurunan beberapa kali ini. Namun coba buat teman-teman yang yang menggunakan transportasi umum apakah penurunan ini ada pengaruhnya? Dari level bus patas sampai tunkang ojeg kok belum ada sebuah kebijakan penurunan tarif yang signifikan? Bagi saya yang orang awam ini pun bertanya-tanya ada apakah gerangan?
Nampaknya sudah menjadi hal yang tidak aneh lagi kalau transmisi sebuah kebijakan tersebut macet di jalan. Sehingga berlaku anomali-anomali. Anomali yang sebenarnya timbul dari perilaku kita sendiri. Apa yang diharapkan dengan turunnya harga-harga hanya tinggal kenangan ketika satu faktor penting tidak jalan. Faktor itu adalah transportasi.
Kemarin saya melihat di metro tv tentang investigasi kenapa tarif angkutan tidak turun. Dari wawancara dengan para sopir bus mengaku tidak setuju dengan penurunan tarif karena setidaknya ada 4 faktor penyebab:
1. Setoran ke pengusaha bus/angkot tidak ikut turun.
2. Banyak terjadi pungli di sepanjang rute bus.
3. Tingginya harga sukucadang.
4. Uang receh kembalian tidak ada (males), karena penurunan hanya dikisaran Rp200,00 s/d Rp300,00.
Dari keempat faktor tersebut mencerminkan betapa buruknya sektor transportasi di Negara ini. Dikala reformasi bergulir dimana-mana maka yang terjadi di sektor ini adalah stagnasi malah kemunduran. Bagaimana harga sukucadang bisa turun kalau transportasi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga adalah biaya transportasi? Bagaimana mungkin mau turun kalau transportnya aja tidak mau turun. Persoalan ini seperti akan menjawab istilah lebih dulu mana antara telur dan ayam?
Selain masalah tarif, hal yang membuat jengkel masyarakat adalah pelayanan yang minimal dengan harga yang maksimal. Sudah bukan rahasia umum kalau naik bus/angkot identik dengan kata-kata “ngetem” dengan jam karet, copet. Penumpang dibuat tak berdaya oleh alat transportasi ini. Seolah-olah istilah penumpang adalah raja menjadi dibalik, sopir adalah raja. Puncak dari kekesalan penumpang adalah dengan beramai-ramai meninggalkan kendaraan umum beralih ke kendaraan pribadi. Masalah yang timbul kemudian adalah macet dimana-mana. Apa yang menjadi cita-cita Alat Transportasi yang murah, nyaman dan aman menguap begitu saja.
Wassalam,
Nampaknya sudah menjadi hal yang tidak aneh lagi kalau transmisi sebuah kebijakan tersebut macet di jalan. Sehingga berlaku anomali-anomali. Anomali yang sebenarnya timbul dari perilaku kita sendiri. Apa yang diharapkan dengan turunnya harga-harga hanya tinggal kenangan ketika satu faktor penting tidak jalan. Faktor itu adalah transportasi.
Kemarin saya melihat di metro tv tentang investigasi kenapa tarif angkutan tidak turun. Dari wawancara dengan para sopir bus mengaku tidak setuju dengan penurunan tarif karena setidaknya ada 4 faktor penyebab:
1. Setoran ke pengusaha bus/angkot tidak ikut turun.
2. Banyak terjadi pungli di sepanjang rute bus.
3. Tingginya harga sukucadang.
4. Uang receh kembalian tidak ada (males), karena penurunan hanya dikisaran Rp200,00 s/d Rp300,00.
Dari keempat faktor tersebut mencerminkan betapa buruknya sektor transportasi di Negara ini. Dikala reformasi bergulir dimana-mana maka yang terjadi di sektor ini adalah stagnasi malah kemunduran. Bagaimana harga sukucadang bisa turun kalau transportasi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga adalah biaya transportasi? Bagaimana mungkin mau turun kalau transportnya aja tidak mau turun. Persoalan ini seperti akan menjawab istilah lebih dulu mana antara telur dan ayam?
Selain masalah tarif, hal yang membuat jengkel masyarakat adalah pelayanan yang minimal dengan harga yang maksimal. Sudah bukan rahasia umum kalau naik bus/angkot identik dengan kata-kata “ngetem” dengan jam karet, copet. Penumpang dibuat tak berdaya oleh alat transportasi ini. Seolah-olah istilah penumpang adalah raja menjadi dibalik, sopir adalah raja. Puncak dari kekesalan penumpang adalah dengan beramai-ramai meninggalkan kendaraan umum beralih ke kendaraan pribadi. Masalah yang timbul kemudian adalah macet dimana-mana. Apa yang menjadi cita-cita Alat Transportasi yang murah, nyaman dan aman menguap begitu saja.
Wassalam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar