Jika ingat perumpanaan yang terdapat di masyarakat bahwa ketika bertemu dengan wanita cantik di malam hari lihatlah kakinya, apakah menginjak bumi atau tidak? Jika tidak bersiap-siaplah siapa tau itu adalah perwujudan Hantu atau mahluk jadi-jadian yang sedang mengganggu anda. Mohon perhatikan baik-baik istilah tidak menginjak bumi tersebut, hal inilah yang akan kita bahas sekarang.
Tentu tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa menginjak bumi, namun aneh bin ajaib ternyata dijakarta justru manusia-manusianya tidak menginjak bumi. Lho kok bisa? Coba lihat di lingkungan kita di Jakarta ini! Apakah kita sering melihat bumi itu sendiri? Bumi yang saya maksud adalah tanah terbuka yang dipenuhi oleh batu dan krikil. Sungguh sangat jarang kita melihat tanah terbuka di ibu kota tercinta ini. Bahkan di pinggir jalan sendiri tanah yang dulunya terbuka ditumbuhin rumput-rumputan beberapa waktu kemudian tanahnya akan segera ditutup oleh beberapa pihak digantikan dengan mester/rabat beton.
Penggantian tanah menjadi beton tersebut juga merambat ke halaman-halaman rumah di sekitar penduduk tinggal dengan berbagai alasan. Mulai dari keterbatasan tempat sehingga tanah terbuka harus dikorbankan samapai dengan agar tidak terkesan kotor dan menjadi lebih rapi atau agar tidak becek. Dahulu masih banyak dijumpai taman taman yang masih menyatu dengan tanah saat ini digantikan dengan taman taman yang tumbuh dari kumpulan pot.
Walaupun betonisasi tersebut memiliki tujuan yang baik sebagaimana disebutkan di atas, namun juga memiliki dampak negative yang mulai dirasakan. Dampak-dampak tersebut antara lain:
Banjir
Dampak banjir ini merupakan salah satu factor pemicunya adalah daya dukung resapan tanah sangat kurang sehingga menyebabkan tidak terserapya air ke tanah karena terhalang material beton yang menutupinya. Sesuai hokum archimides air langsung mengalir dari tempat yang tinggi ke rendah. Tempat yang rendah ini bisa bermacam-macam, ada yang berupa pemukiman, tanah kosong, kawasan industri atau tempat-tempat lainya namun system tata kota tentunya merancang sungai atau saluran air adalah tempat yang rendah. Namun dahulu tidak semua air masuk ke saluran air karena sebagian telah terserap ke dalam tanah. Kondisi saat ini jauh berbeda dimana air langsung masuk ke sungai. Tentu sungai memiliki kapasitas maksimum. Saat musim penghujan kapasitas sungai ini dengan cepat langsung terlampaui. Dampak selanjutnya bisa ditebak, kemana air mengalir ketika sungai (tempat yang dirancang paling rendah) sudah penuh? Tentu tempat yang lebih tinggi yaitu pemukiman dan jalan yang biasa disebut dengan banjir. Sehingga tidak heran jika berita banjir di Jakarta akan semakin sering.
Kelangkaan Air Tanah
Air tanah dulu identik dengan air bersih yang dapat dikonsumsi oleh penduduk yang tinggal di atasnya. Namun ketika daya dukung resapan tanah berkurang sebagaimana dijelaskan di atas secara otomatis menyebabkan supply air tanah juga menyusut padahal demand dari air itu cenderung tetap atau malah meningkat searah dengan bertambahnya jumlah penduduk dan jangan lupa munculnya gedung-gedung bertingkat. Demand terbesar dari air tanah ini justru dating dari gedung-gedung bertingkat karena untuk kebutuhan air di lantai-lantai yang tingggi dibutuhkan tekanan dan jumlah air yang cukup besar. Sehingga tidak aneh muncul kesulitan akses air tanah bagi rumahrumah di sekitar gedung tersebut.
Infiltrasi Air Laut
Ketika Air tanah di lokasi dekat laut seperti halnya kota Jakarta suplynya berkurang akan menyebabkan perannya digantikan oleh resapan air laut. Dampaknya sudah dirasakan di beberapa tempat di Utara Jakarta ketika air yang biasanya tawar berupah menjadi asin. Tentu air jenis ini akan menjadi tidak layak di konsumsi.
Penurunan tanah
Air tanah juga berfungsi sebagai penopang kekuatan. Ketika jumlahnya berkurang tentu tanah akan menjadi turun. Hal ini sudah dirasakan mulai dari penurunan tanah di daerah pesisir sampai dengan penurunan pondasi gedung-gedung bertingkat. Alangkah berbahayanya hal ini karena penurunan tanah bisa mengurangi struktur kekuatan bangunan. Bisa jadi bangunan ini akan roboh. Penurunan tanah ini juga menyebabkan garis pantai utara Jakarta akan semakin masuk ke arah selatan Jakarta. Bahkan dalam sebuah penelitian baru-baru saja tahun jangka waktu 100 tahun lagi letak istana Negara yang saat ini terdapat di usat kota akan menjadi di bibir pantai Jakarta.
Dari berbagai dampak di atas, tidak heran bahwa manusia-manusia “hantu” yang saat ini hidup di Jakarta benar-benar akan menjadi hantu di Jakarta. Karena hamper separuh Jakarta akan hilang akibat dari sesuatu yang kecil “betonisasi Tanah Jakarta”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar