Senin, 10 November 2008

Pemilu Vs Quickcount

Beberapa hari ini kita disibukkan dengan hasil quickcount pilkada jatim kalau tidak salah dari LSI. Namun jika melihat hasil quickcount publikasi LSI di http://www.lsi.or.id dari kedua pasangan cagub yang bertarung hasilnya sangat tipis. 50,44% vs 49,56%. Dalam publikasi tersebut jelas-jelas LSI menyatakan bahwa standar deviasi (margin of error) yang digunakan +/-2% sehingga menyebabkan LSI tidak bisa menyimpulkan pasangan mana yang terpilih sebagai gubernur Jatim.
Penulis merasa apa yang disampaikan oleh LSI termasuk cukup objektif dalam mengambil sebuah kesimpulan. Namun yang berkembang dilapangan justru sangat memprihatinkan. Kemarin saya membaca sebuah harian nasional terkenal yang menampilkan iklan (statement lebih tepatnya) salah satu calon yang mengklaim kemenangannya di pilkada ini dengan berdasar oleh hasil quick count dan data-data yang dimiliki.
Jika statement itu berdasar data-data rekap hasil pilkada penulis pikir boleh-boleh saja cagub itu mengklaim kemenangannya (terlepas dari valid tidaknya data yang dimiliki) namun lain perkara jika yang dijadikan dasar adalah hasil quickcount. dengan hasil quickcount tersebut mustahil menentukan siapa pemenangnya dengan selisih yang begitu tipis. Mungkin masyarakat perlu disadarkan bahwa hasil quickcount ini bisa digunakan jika selisih perolehan suara yang didapat signifikan berbeda.
Masyarakat perlu disadarkan bahwa perhitungan quickcount tersebut selalu menggunakan sample populasi bukan menggunakan populasi sebenarnya dalam mengestimasi sebuah perhitungan suara, sehingga hasil quickcount masih ada kemungkinan kekeliruan. secanggih-canggih metode yang digunakan pasti akan tetap menghasilkan kesalahan selama metode tersebut menggunakan sample dalam dasar perhitungannnya.
Quickcount is not the real count

Senin, 02 Juni 2008

BLT Untuk Mahasiswa

Akhir-akhir ini di media massa muncul headline BLT untuk mahasiswa, apalagi pemberian BLT ini muncul bersamaan dengan kasus-kasus bentrokan mahasiswa dengan polisi. Saya mungkin tidak akan membahas benar atau tidaknya isu ini, namun yang saya cermati adalah manfaat BLT ini.
Dahulu ketika penulis masih kuliah, nilai BLT ini tentu sangat signifikan. Karena nominal BLT yang diberikan saat ini setara dengan pembayaran SPP satu semester. Namun kondisi saat ini, rasanya kok nominal seperti itu masih jauh dari meringankan. Sebab jika menilik beban er semester yang ditanggung mahasiswa mencapai 3 atau 4 kali lipat dari BLT yang diberikan.
Bagi saya sih nama atau mungkin program BLT ini sebaiknya disubstitusi/diganti menjadi beasiswa saja. Karena kesannya BLT kok rasanya sementara (insidental) saja hanya untuk mengurangi shock akibat kenaikan BBM, nah kalau beasiswa kan bisa lebih continue. Selain itu target beasiswa tidak hanya bertumpu pada kemiskinan saja namun juga bertumpu pada aspek intelegensi. Hal ini justru lebih mendidik mahasiswa untuk selalu berbuat yang terbaik. Namun tidak pula menghilangkan 100% proprsi bagi mereka yang benar-benar tidak mampu.

Stop Budaya Kekerasan

Pada Hari Ini saya membaca berita di detik.com, berbagai pihak mengecam FPI sebagai pihak yang dianggap bersalah dalam kejadian minggu kemarin (1 Juni 2008) di Monas. Menurut saya sih hal-hal berbau kekerasan seperti ini sebaiknya segera dihilangkan. Kenapa saat ini terlalu banyak orang-orang yang mengedepankan kekuatan disbanding dengan akal pikirannya. Bukankan keunggulan manusia dibandingkan dengan mahluk lain itu adalah di Akal dan Budi Pekertinya?

Selain FPI, saat ini juga mulai muncul budaya kekerasan di kalangan mahasiswa. Bentrokan mahasiswa sepertinya sudah menjadi santapan sehari-hari untuk pemberitaan di berbagai media. Mulai dari bentrok antara mahasiswa dengan polisi ataupun yang paling konyol mahasiswa dengan mahasiswa. kayaknya seolah-olah kok kayak main game perang saja. hehehe.

Untuk apa sih kita saling bentrok? toh kalau bentrok yang rugi rakyat kecil juga. para pedagang kaki lima kehilangan dagangannya karena rusak di acak-acak? belum lagi yang masuk rumah sakit atau di tahan. apakah setelah itu mereka disambut bak pahlawan? yang ada pihak keluarga harus menanggung biaya perawatan dan ikut menjadi korban mental yang tertekan.

Lebih baik mari adu argumen, pecahkan solusi bersama-sama. toh bila tidak mencapai kesepakatan mari saling legowo dan berbesar hati. siapa tau ada hikmah disana. Mari kita mendidik diri kita untuk bersabar dan perpikir smart.

Demikian tulisan di senja ini.

Semoga Mencerahkan

Salam,

About Me

Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Blog Ini Adalah Blog Yang Berisi Coretan Bebas Seorang Warga Yang Awam Akan Dunia Maya Sebuah blog untuk mencurahkan pikiran-pikirannnya. entah itu pikiran bermanfaat ataupun ide-ide konyol yang muncul secara tiba-tiba.